Catatan Perjalanan :

Dari New Orleans Ke Kendal

 

12.   Jika Harus Ada Yang Disesali

 

Selasa siang, 15 Pebruari 2000, sekitar tengah hari saya tiba di Kendal. Dari masjid kota yang berada tidak jauh dari rumah saya terdengar adzan (panggilan sholat) waktu Dzuhur. Ya, saya sudah tiba di rumah, di Kendal. Sebuah perjalanan panjang lebih 40 jam dari New Orleans ke Kendal yang sangat melelahkan baru saja usai.

 

Saya disambut adik-adik saya. Lalu saya salami bapak saya. Mana ibu? Rasanya seperti tidak percaya, kalau tidak ada lagi seorang ibu yang biasanya menyambut kedatangan anaknya dengan suka-cita. Terharu? Ya. Sedih? Ya. Tapi sungguh, agama yang saya peluk tidak pernah mengajarkan yang berlebihan. Pemakaman ibu saya memang baru Senin pagi kemarinnya dilaksanakan, saat saya berada di atas Samudra Pasifik dalam perjalanan dari Dallas menuju Tokyo.

 

Beberapa saudara saya yang lebih sepuh (tua) menepuk-nepuk bahu saya, sambil mengingatkan bahwa tidak ada kewajiban lain bagi seorang anak terhadap orang tuanya yang sudah tiada, kecuali mendoakannya. Memang begitu kata guru-guru mengaji saya sewaktu kecil dulu.

 

Seorang ibu, kehadirannya seperti lumrah-lumrah saja saat dia berada di tengah-tengah kita, atau saat kita berada di sekitarnya. Tapi baru terasa betapa dia adalah sebuah sosok yang kita butuhkan sebagai panutan, justru ketika dia “hilang” dari tengah-tengah kita.

 

Tidak ada yang perlu disesali dengan kepergiannya yang mendadak untuk mendahului menghadap Allah, kembali kepada Sang Khalik, Sang Pencipta. Juga tidak ada yang harus disesali, sekalipun saya tidak menangi (sempat mengalami) saat-saat terakhir menjelang pemakaman ibu. Kalaupun ada yang harus disesali, ternyata justru jawaban kalau kita ditanya : “Apakah kita sudah siap jika sewaktu-waktu dipanggil menghadap-Nya?”.-

 

 

Kendal, 20 Pebruari 2000.

Yusuf Iskandar

 

[Sebelumnya][Kembali][Berikutnya]